
Dulu, segalanya terlihat untuk mungkin terjadi, bahkan pikiran 'pasti terjadi' selalu berpendar dalam benak. Semua jiwa- jiwa optimis berbau positif bertabur dalam otak. Mengiyakan segala imajinasi yang terlintas.
Menuangkan dalam selembar kertas dengan senyum yang mengembang; di situlah cita- cita itu tertulis. Dari yang kecil nan remeh, hingga yang besar pun terlihat tak masuk akal.
Ya, itu diri yang dulu.
Entah sejak kapan, mungkin semenjak baju putih abu- abu mulai melilit tubuh, begitu pun mimpi mulai surut dari pemikiran. Ia mulai sering alpha dalam langkah- langkah yang ada. Tergantikan dengan tuntutan sekolah yang memaksa semua murid tuk jadi sama. Menjadi pemilik nilai- nilai yang indah di setiap mata pelajaran. Pikiran terkotaki, paksaan tersirat itu sedikit banyak menahan diri untuk membayangkan hal- hal baru. Pun rasa takut tak ingin kalah, mulai eksis dalam pikiran.
Aku tahu, sejatinya rasa takut yang menyelimuti saat berbicara tentang mimpi dengan keadaan dihadapkan dengan berbagai realita bisa dibilang wajar. Makin dewasa, makin realistis -katanya. Namun, apakah menahan diri untuk berimajinasi dan bermimpi merupakan hak dari sifat realistis? Memaksa diri untuk pasrah dengan kenyataan yang ada apakah juga haknya?
Tak lelah diri untuk berpikir.
Kini, pribadi sedang berusaha untuk bangun dari cengkraman gelap yang memekat, dari rasa takut yang menyelimuti, dari awan hitam yang menaungi. Ya, daripada melayani rasa takut itu, alangkah jauh lebih baik untuk menghadapi realita yang begitulah nyatanya. Bukan kemudian bersembunyi dalam selimut 'inilah kenyataanya' yang hangat dan nyaman, tapi hadapi dan maju dengan seluruh kekuatan yang dimiliki-lah yang lebih tepat tuk dilakukan. Hadapi, dan kembali berani untuk bermimpi.
Aku percaya, tak akan ada kata terlambat dalam bermimpi. Mimpi bukanlah sebuah manisan lezat yang hanya dimiliki oleh anak- anak. Mimipi adalah milik semua orang dari berbagai umur, milik semua komponen manusia. Selama napas masih terhembuskan, dan selama otak masih diberi kemampuan untuk berpikir, selama itu pula jalan tuk bermimpi masih terbuka lebar.
Untuk semuanya, mimpi itu dicari dan digali, bukan dengan menantinya dan lalu ia akan datang dengan sendirinya. Mimpi itu diciptakan, dan akan menjadi kenyataan bagi mereka yang mau dan gigih untuk memperjuangkannya.
Gunakan mimpi untuk menetapkan jalan yang akan ditempuh. Gunakan mimpi untuk membuat sebuah peta kehidupan yang akan kita susuri jalan pencapaiannya. Dan tak lupa, gunakan mimpi untuk mencari ridha-Nya.
...
Hadapi kenyataan dengan bermimpi,
lalu jadikan mimpi sebuah kenyataan.
...
0 komentar:
Posting Komentar