
Tujuan pertama; hunting sunrise. Berbekal sepeda gunung milik saudara teman, kami pun mengayuh pedal menuju spot yang telah direncanakan, menembus jajaran rumah yang masih kental dengan suasana desanya dan membelah sawah. Ya, itulah yang kami lakukan.
Tak banyak memang foto yang kami dapatkan, pertama; karena pagi itu langit tak begitu cerah dan kedua; we are still studying about photography. Meskipun begitu, aku merasa sudah cukup puas dapat menginjakkan kaki di kota yang 40 persennya masih berupa lahan persawahan.
Usai puas mengambil foto secukupnya, pedal pun kembali kami kayuh menuju destinasi berikutnya.
Benteng Van Den Bosch atau bentengyang sering disebut dengan Benteng Pendem adalah sebuah benteng yang didirikan oleh pemerintahan Belanda yang selesai dibangun pada tahun 1845. Benteng yang terletak di Kelurahan Pelem ini didirikan dengan tujuan mempertahankan kedudukan Hindia Belanda di Ngawi yang dulunya merupakan kota strategis untuk perdagangan dan pelayaran di wilayah Jawa Timur.
Dari Kecamatan Geneng, sepeda pun kami pacu menuju tempat di mana Benten Pendem berada. Kurang lebih sih ada satu kilo memang, tapi perjalanan tak terasa melelahkan karena jalanan Ngawi yang memang belum sepadat kota lainnya.
Sesampainya di tempat tujuan, kami pun disambut oleh entah tentara atau apa yang menunggu di sisi gerbang kawasan wisata itu. Jajaran kendaraan peninggalan Belanda yang sudah rusak di sanasininya pun menjadi pemandangan pertama yang tersaji, kemudian dilanjutkan dengan suguhan Taman Labirin yang tak sempat kami sambangi; saking antusiasnya dengan benteng yang sudah aku nantikan.
Pertama kali menginjakkan kaki di daratan Benten Van Den Bosch, kamera pun langsung ku keluarkan. Ya, selain ingin tahu bagaimana rupa dan kisah dari benteng ini, hunting foto pun menjadi hal yang menyeretku untuk mengunjunginya. Disambut oleh kepakan sayap- sayap merpati yang menunggui tempat tersebut, serta senyum dari seorang penjual makanan yang ada di sana; kami pun membunuh waktu dengan menyusuri tiap sentinya.
Pukul 9 pagi, kami pun mampir ke alun- alun kota guna menyantap sarapan pagi dengan soto ayam. Waktu menjelang dhuhur pun kami gunakan untuk mengunjungi saudara seiman yang tinggal di Ngawi, pun Masjid Agungnya yang cukup buat merasa takjub dan cukup untuk melepas lelah.
...
Ba'da dzuhur, perjalanan pun kami lanjutkan menuju Air Terjun Pengantin, Dusun Besek, Desa Hargomulyo, Kecamatan Ngrambe. Perjalanan ini pun memakan waktu kurang lebih satu jam dari Kecamatan Geneng.
Pejalanan yang panjang, naik turun dan berlika- liku pun dibayar tunai dengan derasnya air yang mengalir dari air terjun tersebut. Walau tak setinggi beberapa air terjun terkenal yang lain, tapi air terjun ini cukup menyajikan keindahannya sendiri. Namanya juga pengantin, maka jelaslah terdapat dua air terjun yang mengalir deras di sana. Dan karena nama itulah; banyak pasangan pemuda pemudi yang mengunjungi kawasan tersebut. Astaghfirullah..
Whatever what's going on, mari nikmati keindahan alam yang tersaji; jutaan debit air yang mengalir di tiap satuan waktu, tak ada yang bisa menghentikannya kecuali Dzat Yang Memilikinya. Masyaallah.
Puas menikmati air terjun tersebut, kami pun kembali ke pusat kota, mecoba hunting susnset di pinggir jalan raya tepi sawah, mencari oleh- oleh khas Ngawi; keripik tempe, serta menikmati segelas es kelapa muda.
Malam pun mulai ganas menyelimuti, rasa lelah atas perjalanan fullday hari ini cukup membuat kami kembali ke sarang. Dan malam pun aku tutup dengan mencuci baju yang basah. Haha~
...
Oke, terlepas dari perjalanan panjang yang sejatinya amat sangan melelahkan itu--yang tak sanggup dituangkana dalam kata- kata--, ada sedikit hal yang menggelitik dengan kota yang aku kunjungi itu. Ya, Ngawi. Kota yang memiliki slogan Ngawi Ramah itu sejatinya punya potensi kekayaan alam dan spot wisata yang menarik untuk dikunjungi. Namun sayangnya, dari pengamatan yang aku lakukan sebagai seorang pengunjung; pemerintah daerah kurang mamaksimalkan potensi yang dimilikinya. Sebut saja Air terjun Pengantin. Jalan menuju lokasi wisata memang terbilang amat jauh, namun sayangnya plang penunjuk lokasi tersebut baru terlihat di 5 km sebelumnya, yang terbilang sudah terlalu jauh dari keramaian. Pun, kamar mandi yang tersedia di lokasi masih terbilang minim. Bagaimana pun semoga semua kekayaan tersembunyi yang sejatinya dimiliki oleh kota yang simpel dan ramah itu dapat terekspos ke luar dengan tanpa merusak atau pun menghilangkan nilai- nilai positif darinya~
...
0 komentar:
Posting Komentar