Selasa, 26 Juni 2018

Melampaui Jendela


Aku memandangi jendela berdebu di hadapanku, berhiaskan kain jeans biru lusuh yang membalutnya, kain pemberian pabrik tekstil yang tak jauh dari tempat tinggalku, hadiah agar masyarakat selalu memaklumi pencemaran air dan udara yang dibuatnya.

Aku tersenyum, walau hanya berada di ruangan yang lebarnya 2x3 meter, sebuah ruangan tua dengan cat warna krem yang telah terkelupas di sana-sininya. Sempit nan dingin, ah aku sudah biasa menikmatinya.


Aku tersenyum, walau hanya dapat memandangi daun dari pohon pepaya muda yang tumbuh di balik jendela, dedaunan hijau yang berkilau diterpa sinar mentari di waktu pagi. Ia memang tak seindah daun maple yang tumbuh di dataran tanah subtropis, tak seindah dan seharmonis ia yang selalu berganti warna seiring dengan bergantinya empat musim.


Aku tersenyum, walau hanya dengan mendengarkan suara sang kuda besi yang beradu gesek dengan landasan pacunya, dimeriahkan dengan suara panjang klaksonnya. Sekian detik, ia membuatku tuli dari suara jangkrik dan serangga kecil lain yang sibuk menyebut asma Rabbnya.

Aku memang sedang sendiri di ruangan kecil ini, tapi pikiranku terkadang sudah melayang entah kemana. Ke ketinggian Gunung Everest, atau ke kedalaman Samudra Atlantik, atau ke dunia fantasi yang penuh ketidakmungkinan, atau malah ke gersangnya tanah Timur Tengah.

Aku memang terperangkap di masa sekarang, menghadapi kenyataan bahwa liburan panjang itu tak selamanya menyenangkan. Akan tetapi pikiranku terkadang telah melayang jauh ke belakang, menuju masa jahiliyah masyarakat arab yang kemudian bersinar tersebab datangnya risalah Allah lewat seseorang yang paling mulia, atau ke masa kelam Eropa yang malah melahirkan paham sekulerisme yang semakin menyesatkn bangsanya. Atau, pikiranku meluncur ke masa depan yang penuh mimpi dan harapan, berharap semoga langkahku hari ini sungguh mengantarkan aku ke sana.

Ah ya, aku memang terbatasi dengan ijin, akses, biaya dan berbagai alasan lain untuk menjelajahi dunia. Akan tetapi selama Allah mengijinkanku untuk menggunakan akal dan pikiranku, maka dunia yang begitu luas ini pun dapat aku nikmati tiap-tiap keindahannya. Apalagi dengan akses internet yang mudah, aduhai, belahan bumi Allah manakah yang tak dapat kau telusuri rahasianya?

Dan dari jendela di hadapanku, daun pepaya yang diam membisu, serta langit biru-yang walau hanya sepotong- lah yang mengantarkan aku pada rasa tuk mengetahui lebih jauh kehidupan di luar sana, romantisme alam yang belum terbayangkan.

Maha besar Allah atas segala kebesaran dan karuniaNya.

Surakarta, 26 Juni 2018

0 komentar:

Posting Komentar

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com