Selasa, 11 Agustus 2020

Daster Ibu dan Kehidupan

Aku mendesah pendek di hadapan layar leptopku. Melepaskan kacamata, lalu meregangkan kedua tangan dan berusah meluruskan kaki-kaki di bawah meja yang mulai kesemutan. Aku menatap kalender yang ada di sisi laptop, hampir setengah tahun aku berada di rumah, melakukan berbagai rutinitas perkuliahan dan segala tugasnya di hadapan layar kecil ini. Ya, virus Covid-19 yang hadir di tahun 2020 ini benar-benar menggemparkan dunia, sebagaimana cerita-cerita di novel science fiction yang diawali dengan kehadiran monster atau wabah besar yang merusak tatanan dunia, atau bahkan menghabisi umat manusia. Na'udzubillah. 

Sebagai seorang yang introvert, kondisi yang terjadi beberpa bulan terakhir ini tak begitu menggangguku. Sebab, selama segala sesuatu bisa aku dapatkan di rumah, kenapa pula aku harus repot-repot keluar? Toh aku bisa menghemat tenaga dan uang yang biasa aku pakai untuk pergi ke satu tempat ke tempat lainnya. Iya, memang tak masalah bagiku, tapi aku tahu di luar sana banyak orang yang terkena dampak ekonomi sebab pandemi ini, dan aku benar-benar tidak tahu harus bagaiman kecuali hanya mengikuti beberapa kegiatan donasi yang sekiranya disalurkan ke mereka.

Kembali ke kehidupanku. Sebenarnya, aku cukup merasa lelah juga, seakan terkurung dalam ruang yang ya kau tahulah, tak banyak yang bisa kulakukan. Hampir setiap hari kegiatanku bisa ditebak, antara memang menghabiskan waktu di depan leptop mengurusi hal-hal yang serba penuh atran, atau justru sebaliknya, melakukan sesuatu yang aku tahu tak ada faedahnya. Membaca cerita fiksi kesana kemari dan tenggelam dalam dunia imajinasi tentunya. Ya, meski setua ini aku masih saja menikmati hal-hal yang demikian. Menyedihkan.

Aku kembali menghela napas sembari melihat langit-langit kamar, kebiasaan sejak kecil ketika melamun.

Di tengah asiknya lamunanku, aku mendengar suara mesin jahit bekerja. "Ah, siapa yang sedang menjahit?"

Aku melangkah ke ruang belakang, dan menemukan ibu yang sedang asik di depan mesin jahit tua itu. Dan ya, kalau sudah begitu ibu sudah tak bisa diganggu lagi, mau dipanggil berkali-kali pun ia takkan dengar. Terlalu asik. Tak ingin mengganggu ibu, aku perhatikan saja dari jauh sembari menebak apa yang hendak beliau jahit.

"Seingatku ibu tidak membuka gudang untuk mencari kain, juga tak pernah keluar untuk membeli kain," aku menggumam sembari mengingat bahwa beberapa hari yang lalu beliau memang mengekuhkan harga baju daster yang begitu mahal. Membandingkan dengan apa yang aku beli lima tahun silam di pasar Tanah Abang, seratus ribu tiga helai daster!

Ibu masih sibuk, dan aku malas menebak lagi, kutinggalkan ibu begitu saja, sembari kembali ke kamarku.
...

Malam hari ibu memamerkan jahitannya. Dan kau tahu, tebakanku memang benar bahwa beliau menjahit sebuah daster, dan ternyataa bahan daster tersebut adalah seragam batik ibu yang sudah tidak terpakai lagi! Beliau potong bagian lengan, lalu disambungkan dengan bagian bawahnya agar lebih panjang! Aduhai, aku tak habis pikir dengan ibuku ini; ibu yang memang sangat jarang memiliki atau membeli barang yang baru, kecuali memang barang lamanya sudah benar-benar tidak bisa terpakai, atau dalam keadaan sangat butuh dengan hal yang baru. 

source: Pinterest


Tapi, sungguh aku tidak habis pikir dengan ibu yang mengubah seragmnya menjadi daster. Ibarat mengubah sesuatu yang sudah tidak terpakai lagi, atau sesuatu yang sudah tak menyenangkan lagi menjadi sesuatu yang mempunyai nilai lebih baik. Aku benar-benar geleng kepala.

Kupandang kembali leptopku yang sudah menemani perjalanan setangah tahun ini dengan segal tugas dan kesibukanku. Tak menyenangkan memang, tapi kenapa aku tak merubah keadaan ini menjadi sesuatu yang lebih menyenangkan sebagaimana ibuku yang mengubah seragam batiknya menjadi daster?

Ah ya, memang aku sendiri lah yang harus 'menjahit baju' kehidupanku senyaman mungkin. :')

Kartasura, 11 Agustus 2020

Senin, 16 Juli 2018

Lalala~

30 Juni 2018

Barusan aku telah selesai menggosok gigiku usai menyudahi serial anime yang barusaja aku lihat. Ada dua puluh dua episode, dan setalah melihat enam dari seluruhnya, aku jadi tergerak untuk menuliskan apa yang terlintas di kepalaku.



Baiklah, sepertinya ini akan menjadi catatan pribadi saja yang malas aku simpan di buku tulisku.

Entah berapa banyak anime, atau manga yang telah aku lihat dan baca. Dimulai dari cerita yang aku benci, yakni segala cerita yang receh dan nggak punya tujuan-lalu aku hentikan membaca atau melihatnya di seri pertama-, ataupun cerita-cerita yang aku suka, yakni cerita2 yang tokoh utama punya tujuan, yakni sesuatu yang harus diperjuangkan-yang kebanyakan pasti berbau pertarungan-. Entah sejak tahun berapa aku menyukai hal ini, tapi aku yang visual sayangnya sangat menikmati hal ini, yang entah perlu disyukuri atau tidak.

Di sisi lain, aku adalah penggemar siroh nabawiyyah, ataupun segala hal yang berhubungan dengan kisah-kisah para nabi, shahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dan seluruh orang-orang sholih yang namanya masih harum tercium hingga hari ini. Mereka semua adalah para pahlawan, para penebar kebaikan pada masanya, dan contoh-contoh kebaikan yang telah mereka berikan telah mendarah daging di dalam tubuh para pembela diin yang mulia ini.



Ya, pada dasarnya aku menyukai segala sesuatu yang berbau kisah dan cerita-walau dari dua hal tadi mereka punya perbedaan yang sangat jelas: tentang realistis atau tidaknya, dan tentang berpahala atau tidaknya-.

Ah ya, dan ternyata ini semua adalah tentang buku yang dibaca (komik dihitung sebagi buku ya, haha). Beberapa dari cerita yang pernah aku lihat telah sangat membantuku untu memahami mereka yang mencintai buku karena setidaknya ada beberapa cerita yang berporos pada buku, klub sastra, klub membaca, tentang agen perpustakaan negara, atau yang semacamnya. Yang mana dari kisah-kisah itu aku tahu bahwasanya mereka orang-orang yang mencintai buku adalah orang-orang yang telah melihat dunia; tidak dengan mata kepalanya, tapi dengan otak dan imajinasinya (karena kebanyakan dari mereka adalah penggemar novel atau sastra klasik). Pun, di dunia nyata, kawan yang aku tahu bahwa dirinya adalah penikmat buku adalah kawan yang bisa memahami pola pikir para 'pemimpi' dengan baik. Yap, buku adalah teman berimajinasi yang sangat baik.



Dua, tentang buku dan sastra. Ah, barangkali sebenarnya bidang ini adalah bidang yang dapat kutekuni dengan baik. Dalam ilmu arab, bidang yang aku maksud ini disebut dengan 'Adab'; yakni materi yang mengulas karya-karya sastra (tentunya sastra arab) yang tak hanya berfokus pada segi bahasanya, namun sejarah yang terjadi pada masa itu dari segala sisinya, entah ekonomi, politik, 
sosial masyarakat dan tentu saja psikologi penulisnya. Belajar Adab, atau sebutlah belajar karya sastra adalah saat dimana kita berusaha membayangkan dan merasakan apa yang dipikir dan dirasa oleh pengarangnya, walaupun terkadang butuh usaha panjang untuk mengerti maksud yang sesungguhnya. Dan tentu, belajar sastra tak akan lepas dari kisah sejarah (yang tentu saja hal ini adalah hal yang sangat aku sukai).



Ah ya, satu hal yang sedang ingin kutulis, tentang menulis itu sendiri. Bahwasanya menulis bukanlah seperti hal-hal lain, tidak seperti memasak, menjahit, ataupun hal dan pekerjaan yang lainnya. Walau barangkali pekerjaan dari seorang penulis mirip dengan seorang koki yang harus menciptkan sesuatu yang lezat, tapi mereka tak sama. Bila seorang koki butuh keterampilan dan bahan serta alat yang sudah disipakan untuk membuat sesuatu, maka seorang penulis bukan hanya harus punya tekniknya, tapi bahan-bahan tulisannya pun bukanlah sesuatu yang bisa disiapkan oleh orang lain, tapi oleh diri penulis itu sendiri lewat segala hal yang telah ia lihat, baca, dengar, dan pahami selama hidupnya, hingga semua itu dapat menjadi bahan lezat untuk karya-karyanya. Menjadi seorang penulis memang bukanlah hal yang sederhana. Ia butuh pengetahuan, keterampilan, teknik, dan tentu saja imajinasi untuk menjadi seorang penulis yang handal. (Rada aneh sih, tapi gapapa)

Dan menjadi penulis pun tidak hanya tentang menulis bebas. Engkau bisa menjadi sastrawan yang berkecimpung dalam puisi, novel, atau karya-karya lain yang membutuhkan imajinasi dan perasaan yang kuat, ataupun menjadi penulis yang berwawasan luas hingga menciptakan berbagai jurnal, pembahasan sejarah, dan sebagainya. Ataupun menjadi penulis yang dapat dibanggakan oleh dirimu sendiri dengan menuliskan segala hal yanbg terbersit dalam kepalamu, segala hal yang kau lihat dengan kedua mata kepalamu, terdengar oleh kedua telingamu, dan tentu terasa butuh dituliskan oleh hatimu dengan bahasa yang ringan versimu. Tak ada yang memaksa.

Hanya saja, barangkali yang paling penting; jangan pernah melupakan perasaan yang kau terima saat membaca karya-karya para penulis sebelummu, karya-karya mereka yang membuatmu mengerti bagaimana dan apa perasaan mereka saat melahirkan karyanya, bagaimana keadaan di sekitar mereka hingga mendorong mereka menuliskan karya-karya hebatnya, sehingga kau pun akan lebih memerhatikan dirimu sendiri, lingkungan sekitarmu, dan mengerti hal apa sajakah yang harus ditulis dan ditunjukkanpada generasi setelahmu.



Dan tentu saja, semua karya besar berawal dari karya yang tak menakjubkan-bila tak ingin menyebutnya sebagai sampah, hehe-.

Salam dari pecinta cerita, sejarah, sastra, buku, dan menulis!




Asqinajah. 11:38 pm.
sumber gambar-gambar: google

Selasa, 26 Juni 2018

Melampaui Jendela


Aku memandangi jendela berdebu di hadapanku, berhiaskan kain jeans biru lusuh yang membalutnya, kain pemberian pabrik tekstil yang tak jauh dari tempat tinggalku, hadiah agar masyarakat selalu memaklumi pencemaran air dan udara yang dibuatnya.

Aku tersenyum, walau hanya berada di ruangan yang lebarnya 2x3 meter, sebuah ruangan tua dengan cat warna krem yang telah terkelupas di sana-sininya. Sempit nan dingin, ah aku sudah biasa menikmatinya.


Aku tersenyum, walau hanya dapat memandangi daun dari pohon pepaya muda yang tumbuh di balik jendela, dedaunan hijau yang berkilau diterpa sinar mentari di waktu pagi. Ia memang tak seindah daun maple yang tumbuh di dataran tanah subtropis, tak seindah dan seharmonis ia yang selalu berganti warna seiring dengan bergantinya empat musim.


Aku tersenyum, walau hanya dengan mendengarkan suara sang kuda besi yang beradu gesek dengan landasan pacunya, dimeriahkan dengan suara panjang klaksonnya. Sekian detik, ia membuatku tuli dari suara jangkrik dan serangga kecil lain yang sibuk menyebut asma Rabbnya.

Aku memang sedang sendiri di ruangan kecil ini, tapi pikiranku terkadang sudah melayang entah kemana. Ke ketinggian Gunung Everest, atau ke kedalaman Samudra Atlantik, atau ke dunia fantasi yang penuh ketidakmungkinan, atau malah ke gersangnya tanah Timur Tengah.

Aku memang terperangkap di masa sekarang, menghadapi kenyataan bahwa liburan panjang itu tak selamanya menyenangkan. Akan tetapi pikiranku terkadang telah melayang jauh ke belakang, menuju masa jahiliyah masyarakat arab yang kemudian bersinar tersebab datangnya risalah Allah lewat seseorang yang paling mulia, atau ke masa kelam Eropa yang malah melahirkan paham sekulerisme yang semakin menyesatkn bangsanya. Atau, pikiranku meluncur ke masa depan yang penuh mimpi dan harapan, berharap semoga langkahku hari ini sungguh mengantarkan aku ke sana.

Ah ya, aku memang terbatasi dengan ijin, akses, biaya dan berbagai alasan lain untuk menjelajahi dunia. Akan tetapi selama Allah mengijinkanku untuk menggunakan akal dan pikiranku, maka dunia yang begitu luas ini pun dapat aku nikmati tiap-tiap keindahannya. Apalagi dengan akses internet yang mudah, aduhai, belahan bumi Allah manakah yang tak dapat kau telusuri rahasianya?

Dan dari jendela di hadapanku, daun pepaya yang diam membisu, serta langit biru-yang walau hanya sepotong- lah yang mengantarkan aku pada rasa tuk mengetahui lebih jauh kehidupan di luar sana, romantisme alam yang belum terbayangkan.

Maha besar Allah atas segala kebesaran dan karuniaNya.

Surakarta, 26 Juni 2018

Sabtu, 12 Mei 2018

Yuuki-keberanian

Memulai sesuatu, bukanlah hal yang mudah. Tak perlu modal yang besar, hanya keberanian lah yang paling dibutuhkan. Sebagaimana penjelajah yang hendak memulai petualangannya, sebagaimana seorang gadis kecil yang hendak maju mengikuti lomba mhq, keberanianlah yang membuat mereka dapat melakukan langkah pertama, keluar dari rumahnya, keluar dari zona nyamannya, dan tentu keluar dari rasa malunya.
Tak semua orang setuju memang, karena bagi sebagian yang lain, keberanian lahir dari persiapan yang matang, perbekalan yang cukup hingga kemudian melahirkan tindakan-tindakan yang memuaskan bagi pelakunya.
Jangan dibenturkan, tiap orang punya caranya sendiri. Yang terpenting: selamat memulai!

How to Find Idea

Mendapatkan ide bukanlah merupakan hal yang mudah. Terlebih bagi orang-orang yang memang harus memiliki ide baru tiap hari. Seperti penulis, pelukis, bahkan seorang guru pun membutuhkan banyak ide. Lalu, bagaimana jadinya bila ide yang diharapkan akan membantunya melangkah maju tak kunjung datang? Barangkali, beberapa hal berikut ini dapat membantu!

Satu, pilihlah tempat yang nyaman untuk merenung. Tiap orang memang memiliki cara yang berbeda-beda untuk mendapatkan ide. Tapi, menyelamai diri sendiri, menyelami isi kepala sendiri bisa jadi solusi terbaik, karena dari sanalah kita akan mendapat dan menemukan apa yang sebenarnya hendak dan ingin kita ekspresikan.

Dua, banyaklah menikmati karya orang lain. Bagi seorang desainer misalnya, melihat banyak gambar atau karya orang lain adalah cara terbaik untuk menghasilkan ide untuk karyanya. Pun, termasuk bagi seorang penulis. Memerbanyak bacaan selain untuk memerkaya kosa kata, dapat juga sebagai sarana mendapatkan ide karena dari sanalah kita tahu berbagai macam sudut pandang yang dimiliki oleh orang lain. Sebagaimana menurut Wahyu Aditya, penulis buku 'Sila ke-6, Kreatif Sampai Mati' bahwa tahap awal dalam berkarya adalah meniru, meniru untuk berlatih.

Tiga, jalan-jalan. Melihat dunia luar, melihat bagaimana orang-orang saling berinteraksi, melihat bagaimana alam saling berkolaborsi, barangkali dapat melahirkan sebuah ide yang luar biasa. Sebagaimana Kurniawan Gunadi yang mengisi buku pertamanya, Hujan Matahari lewat inspirasi-inspirasi yang ia dapat lewat membaca orang-orang.

Bagaimanapun, selamat mencoba~

#challenge7harimenulis

Jumat, 11 Mei 2018

Sedang Cari Ide~

Sebenanrnya, ini sudah memasuki hari kedua challange yang diadakan oleh Relawan Literasi Al Fatih. Tapi sayang seribu sayang, berada di rumahnya agaknya memersempit kepala saya untuk mendapatkan lebih banyak ide. Bagaimana tidak sedangkan berada di rumah artinya adalah benar-benar menjadi anak rumahan yang lebih banyak diam di rumah. Dan artinya, tidak banyak hal baru yang akan saya lihat.

Oke, sebenarnya ini jadi masalah yang sama dan hampir selalu terulang di tipa liburan. Jadi, sebenarnya bagaimana mengatasi masalah kekurangan ide ini? 

Yes, actually aku sendiri pun telah menjawabnya di awal. Saat barangkali kau tidak bisa melihat dunia luar dengan mata kepalamu, kau bisa gunakan kepalamu, imajinasimu untuk menciptkan cerita. Hei, bukankah kau orang yang sangat pandai menciptkan imajinasi dalam kepalamu sehingga kau sendiri dapat menangis, tersenyum, bahkan tertawa di buatnya?

Dua, cobalah untuk melihat dunia dengan sesuatu yang telah sudut pandang yang sudah digunkan oleh orang lain. Banyaklah membaca, banyaklah melihat video, sehingga dari apa yang telah disajikan oranglain, kaupun bisa mendapatkan idemu sendiri kemudian. Bahasa di dunia berkarya: ATM, Amati, Tiru, dan Modifikasi.

Selamat malam, selamat mencoba, selamat menyelami duniamu sendiri, ataupun menyelami dunia orang lain.

Jumat, 27 April 2018

Masih Saja Lemah?



Barangkali, apabila kita sudah merasa terlalu lelah dan terlalu penat dengan segala hal yang kita lakukan, bolehlah barang sejenak kita menengok perjuangan saudara-saudari kita di Palestina. Langkah tersederhana, lewat Instagram, mari mengetikkan kata #GreatReturnMarch, dan dari sanalah kita bisa menengok sedikit kegiatan harian mereka hari-hari ini.

Ya, Great Return March adalah longmarch damai secara masal dan simultan di sekitar 700 meter dari pagar perbatasan Gaza. Aksi ini diikuti oleh semua komponen masyarakat Palestina dan semua partai politik. ’Aksi ini bertujuan untuk mengundang perhatian internasional untuk disampaikan kepada seluruh dunia,’’ kata Miftahuddin, Direktur Aman Palestin-Indonesia dalam siaran pers Kamis (5/4). (Republika.com)

Namun, sayang seribu sayang. Sebuah aksi damai yg dilakukan oleh masyarakat Palestina itu direspon dengan senjata oleh tentara Israel. Mengutip dari Aljazeera.com, jumlah korban meninggal sejak dimulainya aksi ini (30/3) adalah tiga puluh sembilan orang.

Lalu, apalah kemalasan dan kelelahan kita dibanding pengorbanan yang telah dilakukan saudara-saudara kita tersebut? Adalah mereka, pemuda-pemuda ibarat Abdullah bin Umar, Usamah bin Zaid, Said bin Arqam yang tidak Rasulullah ijinkan mengikuti perang Uhud tersebab usianya yang belum genap lima belas tahun. Semangat sahabat-sahabat muda itu meluap, tapi Rasulullah. Ibarat sahabat muda itu, pemuda palestina pun diselubungi semangat dan siap menjadi syahid dengan berbekal batu di tangannya.

Adalah mereka, sosok-sosok wanita Palestina yang gagah berani, ibarat Ummu Amarah yang ikut melindungi Rasulullah tatkala gejolak Perang Uhud semakin dahsyat. Dua belas luka yang ia dapat sebab perang itu malah jadi kebanggannya di hadapan Rabbnya.

Maka, menilik saudara-saudara kita yang ada di Palestina saja sudah cukup menggelitik diri kita yang terlalu lemah semangat dan iman ini untuk tidak lagi mudah mengeluh dan merasa lemah. Ada dimanakah diri kita dibanding saudara-saudara kita yang sungguh 'mencintai kematian sebagaimana yang lain mencintai kehidupan'?

Sungguh berat sekali pengingat ini, yang tidak lain adalah untuk pengingat diri sendiri. Wallahu a'lam. (27/4/18)

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com